Angka Korban PHK di Indonesia Tembus 80.000 Hingga Desember 2024: Ini Penyebabnya, Kata Ahli

Sejak awal tahun 2024, angka pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia menunjukkan tren yang semakin mengkhawatirkan. Hingga awal Desember 2024, Kementerian Ketenagakerjaan mencatat jumlah korban PHK menembus angka 80.000 orang.

Beberapa faktor utama menjadi penyebab utama terjadinya PHK massal di Indonesia, terutama di perusahaan-perusahaan besar yang terdampak langsung oleh situasi ekonomi dan pasar global. Berikut adalah penyebab utama yang disampaikan oleh para ahli ekonomi.

1. Daya Beli Masyarakat yang Menurun

Salah satu faktor terbesar yang menyebabkan PHK massal adalah penurunan daya beli masyarakat. Sepanjang tahun 2023, data menunjukkan bahwa konsumsi rumah tangga Indonesia hanya tumbuh sebesar 4,82 persen, lebih rendah dari tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 4,94 persen. Penurunan daya beli ini berdampak langsung pada permintaan barang dan jasa di pasar, yang pada gilirannya mempengaruhi kinerja perusahaan-perusahaan besar.

Kondisi ini memperburuk perekonomian domestik dan menyebabkan banyak perusahaan kesulitan untuk mempertahankan operasional mereka. Dengan daya beli yang menurun, perusahaan terpaksa melakukan efisiensi, salah satunya dengan mengurangi jumlah karyawan.

Di sisi lain, banyak perusahaan mulai mengadopsi strategi seperti Business Process Outsourcing (BPO) untuk mengurangi biaya operasional dan meningkatkan efisiensi. Dalam situasi seperti ini, outsourcing dapat menjadi solusi yang tepat bagi perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan bisnisnya tanpa perlu memberhentikan terlalu banyak karyawan.

2. Perdagangan dengan Uni Eropa Belum Ada Kesepakatan

Selain faktor domestik, situasi perdagangan internasional juga turut berperan dalam meningkatnya angka PHK di Indonesia. Hingga akhir 2024, Indonesia belum berhasil mencapai kesepakatan perdagangan dengan Uni Eropa melalui Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (UCEPA). Ketidakpastian ini melemahkan daya saing produk Indonesia di pasar global, terutama di sektor manufaktur.

Produk-produk Indonesia yang sebelumnya dapat bersaing dengan harga yang kompetitif, kini semakin tergerus oleh produk dari negara-negara lain yang memiliki akses lebih baik ke pasar Uni Eropa. Dengan pasar ekspor yang melemah, banyak perusahaan besar di sektor manufaktur yang terpaksa mengurangi produksi, yang akhirnya berujung pada pengurangan tenaga kerja.

3. Penurunan Produksi dan Permintaan yang Lemah

Sektor manufaktur Indonesia juga mengalami penurunan yang signifikan. Hal ini tercermin dari turunnya Purchasing Manager’s Index (PMI) Indonesia, yang menunjukkan bahwa aktivitas manufaktur semakin melambat. Pada Agustus 2024, PMI Indonesia tercatat hanya 48,9, turun dari 49,3 pada Juli 2024.

Angka di bawah 50 menandakan kontraksi di sektor manufaktur, yang pada akhirnya memengaruhi angka PHK. Kondisi ini menunjukkan bahwa banyak perusahaan manufaktur kesulitan dalam menjaga kelangsungan produksi dan permintaan barang yang terus menurun.

4. Pengelolaan Kebijakan Pemerintah yang Tidak Tepat

Beberapa ahli ekonomi juga mencatat bahwa pengelolaan kebijakan pemerintah yang tidak tepat menjadi salah satu penyebab utama PHK massal di sektor manufaktur. Banyak kebijakan yang dikeluarkan justru tidak mendukung pemulihan ekonomi pascapandemi. Misalnya, lonjakan impor barang yang tidak terkontrol justru memperburuk keadaan, karena banyak perusahaan domestik yang kesulitan untuk bersaing dengan produk luar negeri yang masuk dengan harga lebih murah.

Kebijakan yang lebih tepat sasaran sangat dibutuhkan, terutama dalam mengatasi lonjakan impor yang sangat tinggi, agar industri dalam negeri bisa kembali pulih dan tidak terus-menerus terpuruk. Intervensi pemerintah sangat diperlukan, termasuk dalam memberikan dukungan kepada sektor manufaktur melalui insentif, pelatihan, dan kebijakan proteksi terhadap produk lokal.

5. Melonjaknya Impor Barang

Selain kebijakan yang kurang mendukung, melonjaknya impor barang juga berperan besar dalam peningkatan angka PHK di Indonesia. Banyak perusahaan yang kesulitan bersaing dengan produk impor, yang menyebabkan mereka harus memangkas biaya, termasuk dengan mengurangi jumlah karyawan. Produk yang lebih murah dan lebih banyak tersedia di pasar mengurangi permintaan produk dalam negeri, yang pada gilirannya mempengaruhi kelangsungan hidup perusahaan lokal.

Dalam menghadapi situasi ini, salah satu langkah yang dapat diambil oleh perusahaan adalah memberikan asuransi kesehatan kepada karyawan mereka. Ini dapat membantu meningkatkan rasa aman dan motivasi kerja karyawan di tengah ketidakpastian ekonomi, serta menjadi salah satu cara untuk mempertahankan tenaga kerja yang kompeten di tengah persaingan pasar yang semakin ketat.

Kesimpulan

Melihat dari berbagai faktor penyebab PHK massal di Indonesia, tampaknya perusahaan-perusahaan besar perlu memikirkan strategi baru untuk bertahan hidup di tengah ketidakpastian ekonomi yang ada. Kebijakan pemerintah yang lebih tepat sasaran, serta upaya perusahaan dalam melakukan efisiensi dengan memanfaatkan teknologi dan layanan outsourcing, dapat membantu mengurangi dampak buruk dari PHK.

Selain itu, pemerintah juga diharapkan untuk mengatur kebijakan yang mendukung penguatan daya saing produk Indonesia di pasar global. Dengan demikian, PHK massal yang diprediksi mencapai 80.000 orang pada akhir tahun 2024 dapat diminimalisir, dan sektor industri Indonesia dapat kembali berkembang.

Tinggalkan komentar