Aulia Caprina Roestam dan Cita-Cita Hijau untuk Pesisir Nusantara

Di tengah suara ombak yang berulang memecah pantai Pulau Karatung, Sulawesi Utara, seorang perempuan muda berdiri di antara bedengan sayur yang hijau subur. Tangannya kotor oleh tanah, tapi wajahnya penuh senyum.

Ia adalah Aulia Caprina Roestam, seorang ahli gizi yang menanam bukan sekadar benih sayur, tetapi juga harapan. Harapan bahwa masyarakat pesisir, yang selama ini hidup di bawah bayang kekurangan gizi dan akses pangan, bisa mandiri dan sehat dari tanah mereka sendiri.

Bagi Aulia, pesisir bukan wilayah pinggiran, melainkan halaman depan negeri yang harus dijaga. Dan dari sanalah lahir sebuah gerakan kecil namun penuh makna: KUZIR (Kebun Gizi Pesisir).

Benih yang Tumbuh dari Keprihatinan

Kisah Aulia bermula dari keprihatinannya melihat kondisi gizi masyarakat di daerah pesisir terpencil. Ia sering menjumpai anak-anak yang kurang gizi, ibu hamil dengan asupan yang tidak seimbang, serta keluarga yang bergantung pada hasil laut tanpa memiliki sumber sayuran segar.

Sebagai lulusan jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Kendari, Aulia memahami bahwa persoalan ini bukan sekadar soal makanan, tetapi soal akses dan kesadaran. “Bagaimana mereka bisa makan sayur kalau tanahnya dianggap tak bisa ditanami?” begitu pikirnya.

Pertanyaan itulah yang menuntun Aulia ke Pulau Karatung, sebuah wilayah di perbatasan utara Indonesia, yang jauh dari pusat kota dan penuh tantangan alam. Di sana, lahan didominasi pasir dan tanah berkapur, sulit untuk ditanami. Tapi Aulia percaya, tidak ada tanah yang benar-benar tandus jika ditangani dengan ilmu dan hati.

Kebun Gizi di Tanah Asin

Dengan semangat sederhana namun gigih, Aulia mulai mendirikan KUZIR (Kebun Gizi Pesisir). Ia mengajak masyarakat sekitar, terutama ibu rumah tangga, untuk belajar menanam sayuran menggunakan media tanam alternatif seperti polybag dan pupuk organik hasil olahan rumah tangga.

Cabai, kangkung, sawi, dan kacang panjang menjadi tanaman pertama yang tumbuh di lahan pesisir itu. Tidak mudah, tanah berpasir cepat kering, air tawar terbatas, dan sebagian warga awalnya meragukan hasilnya. Tapi perlahan, daun-daun hijau itu tumbuh, menjadi bukti bahwa pesisir pun bisa berdaya.

Kini, kebun kecil itu bukan hanya menghasilkan pangan bergizi, tetapi juga menjadi ruang belajar bersama. Anak-anak diajarkan mengenal sayuran sejak dini, sementara para ibu berlatih membuat olahan sehat dari hasil kebun sendiri.

Lebih dari sekadar proyek, KUZIR menjelma menjadi gerakan komunitas yang menanamkan rasa memiliki dan tanggung jawab terhadap lingkungan dan kesehatan.

Pemberdayaan yang Mengubah Hidup

Aulia Caprina Roestam
Sumber: www.stnurjanahh.com

Yang paling menarik dari inisiatif Aulia bukan hanya hasil panennya, tapi dampak sosialnya. Di Pulau Karatung, sebagian keluarga kini tidak lagi bergantung sepenuhnya pada pasokan dari daratan utama. Mereka bisa memetik sayur dari halaman rumah, menghemat pengeluaran, bahkan menjual sebagian hasilnya ke pasar lokal.

“Dulu kami pikir menanam sayur di tanah pesisir itu mustahil,” ujar seorang ibu yang ikut program ini. “Tapi sekarang, kami bisa makan sayur segar tiap hari.”

Aulia juga rutin mengadakan kelas gizi dan pelatihan olahan pangan sehat. Ia menjelaskan pentingnya keseimbangan makanan laut dengan sayuran dan buah. Dengan pendekatan yang ramah dan penuh empati, Aulia berhasil menumbuhkan kesadaran baru — bahwa gizi bukanlah urusan rumah sakit, melainkan bagian dari kehidupan sehari-hari.

Antara Gizi, Alam, dan Harapan

KUZIR bukan sekadar tentang menanam, melainkan tentang mengubah cara pandang terhadap alam. Di tengah krisis pangan dan perubahan iklim, kebun gizi pesisir menjadi contoh bagaimana manusia dapat berdamai dengan lingkungannya tanpa merusaknya.

Aulia mengajarkan masyarakat cara membuat kompos, memanfaatkan air hujan, hingga menanam tanaman tahan garam. Semua dilakukan dengan prinsip keberlanjutan. Ia percaya, kemandirian gizi harus berjalan seiring dengan keseimbangan ekologi.

Kini, semangat itu mulai menyebar ke pesisir-pesisir lain di Sulawesi Utara. Banyak relawan dan mahasiswa yang datang belajar dari Aulia, membawa pulang inspirasi untuk diterapkan di daerah mereka masing-masing.

Perempuan Muda, Jejak Besar

Aulia Roestam pada 15th SATU indonesia Awards
Sumber: www.stnurjanahh.com

Meski usianya masih muda, kiprah Aulia Caprina Roestam menunjukkan bahwa perubahan besar bisa dimulai dari langkah kecil di sudut negeri. Ia tidak menunggu fasilitas lengkap atau dukungan besar—ia hanya memulai dari apa yang ada.

Dari pasir yang kering, ia menumbuhkan hijau. Dari lahan yang sepi, ia menumbuhkan komunitas. Dari pesisir yang terlupakan, ia menumbuhkan harapan.

Perjuangannya menjadi bukti bahwa ilmu gizi tidak hanya hidup di ruang laboratorium, tetapi juga di ladang dan tangan masyarakat.

Aulia Caprina Roestam pun kemudian mendapatkan penghargaan sebagai salah satu penerima Semangat Astra Terpadu Untuk Indonesia Awards (SATU Indonesia Awards). Penghargaan ini diberikan kepada anak muda yang berdedikasi menciptakan perubahan sosial positif di berbagai bidang, mulai dari pendidikan, lingkungan, kewirausahaan, hingga kesehatan.

Melalui penghargaan ini, kiprah Aulia dan Kebun Gizi Pesisir mendapat pengakuan nasional, sekaligus menjadi inspirasi bahwa membangun negeri bisa dimulai dari tepi laut, dari sepetak tanah, dan dari hati yang peduli. #APA2025-BLOGSPEDIA

Referensi:
https://www.stnurjanahh.com/2024/11/program-kebun-gizi-pesisir-sebuah-asa.html
https://anugerahpewartaastra.satu-indonesia.com/2025/assets/download/List_Penerima_Apresiasi_SIA_2010-2024_u250618.pdf

Tinggalkan komentar